Notification

×

Kategori Tulisan

Cari Tulisan/Kata/Judul

Iklan

Iklan

#faarsyam

Ketika Amerika dan Tiongkok Berdamai: Efek Domino bagi Dunia dan Indonesia

Selasa, 13 Mei 2025 | Mei 13, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-05-13T02:36:17Z
Pagi - pagi kaget aja melihat isu dunia satu ini, saya sudah bisa menebak jauh hari dimana perang dagang dan tarif ini akan tarik ulur. Karna bila berlanjut justru 1 mata uang yang akan terus menguat bahkan membahayakan dominasi mata uang lainnya, yakni DINAR DAN DIRHAM.

Dalam dunia ekonomi global yang saling terhubung, satu langkah damai bisa mengubah arah pergerakan pasar secara drastis. Hal ini terbukti dari kesepakatan damai perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok yang terjadi pada Mei 2025. Perjanjian tersebut menjadi titik balik penting dalam meredakan konflik ekonomi terbesar dalam dekade terakhir.

Langkah rekonsiliasi ini bukan hanya menjadi kabar baik bagi kedua negara, tetapi juga berdampak secara luas, mulai dari meningkatnya indeks saham hingga potensi perubahan besar dalam strategi ekonomi kawasan Asia, termasuk Indonesia.

Akar Permasalahan: Perang Dagang Berkepanjangan

Selama beberapa tahun terakhir, hubungan dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok berada dalam tensi tinggi. Kebijakan saling menaikkan tarif impor hingga ratusan persen menyebabkan ketidakpastian dalam arus perdagangan global. Banyak pelaku bisnis mengeluhkan biaya produksi yang meningkat, terganggunya rantai pasok, hingga penurunan kepercayaan investor.

Namun, pada Mei 2025, kedua negara secara mengejutkan menyepakati penurunan tarif secara signifikan: tarif impor AS yang sebelumnya mencapai 145 persen dipangkas menjadi 30 persen untuk masa 90 hari, sementara Tiongkok menurunkan tarifnya dari 125 persen menjadi hanya 10 persen. Langkah ini dinilai sebagai sinyal kuat bahwa kedua negara ingin menghindari konflik jangka panjang dan fokus pada stabilitas ekonomi global.

Respons Pasar: Saham Meroket di Tengah Angin Damai

Dunia keuangan menyambut kesepakatan ini dengan euforia. Indeks saham di berbagai negara mengalami penguatan tajam. Bursa saham Asia, misalnya, mencatat kenaikan signifikan—indeks Nikkei 225 Jepang naik lebih dari 1 persen, disusul Topix dan Hang Seng yang turut menguat. Bahkan saham-saham Tiongkok yang tercatat di bursa AS melesat hingga 5,4 persen dalam sehari.

Optimisme pasar ini bukan hanya didorong oleh turunnya tarif, tetapi juga oleh harapan bahwa kestabilan dagang akan mendorong pertumbuhan ekonomi global yang lebih sehat dan terprediksi.

Peluang Emas untuk Asia, Terutama Indonesia

Bagi kawasan Asia, terutama negara berkembang seperti Indonesia, peluang besar sedang terbuka. Peredaan konflik antara dua kekuatan ekonomi dunia membuka jalur perdagangan yang sempat tertutup dan meningkatkan minat investasi asing.

Indonesia, misalnya, memiliki posisi strategis dalam rantai pasok regional. Stabilitas dagang dunia memberikan ruang bagi produsen dalam negeri untuk memperluas pasar ekspor. Selain itu, beberapa perusahaan multinasional mulai mempertimbangkan relokasi pabrik dari Tiongkok ke negara dengan biaya produksi lebih rendah, termasuk Indonesia. Hal ini membuka pintu bagi pertumbuhan industri manufaktur, otomotif, dan elektronik lokal.

Dari sisi keuangan, indeks saham Indonesia pun menunjukkan tren positif. Exchange-traded fund seperti VanEck Indonesia Index ETF mencatat kenaikan nilai, mencerminkan respons positif investor global terhadap kestabilan politik dan ekonomi kawasan.

Tantangan dan Peluang Sosial: Apakah Orang Miskin Ikut Diuntungkan?

Meski kabar baik dari sisi makroekonomi terdengar menggembirakan, realitas di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua lapisan masyarakat langsung merasakan dampaknya—terutama kelompok berpenghasilan rendah.

Menurut sejumlah laporan, kenaikan harga barang kebutuhan pokok akibat fluktuasi perdagangan masih menjadi ancaman serius. Di beberapa negara Asia, harga pangan meningkat lebih dari 10 persen. Laporan dari badan dunia menyebutkan bahwa lebih dari 64 juta orang bisa terdorong kembali ke jurang kemiskinan jika lonjakan harga terus berlanjut.

Bagi Indonesia, ini menjadi tantangan tersendiri. Meskipun peluang ekspor dan investasi terbuka lebar, perlu ada kebijakan pengaman sosial yang memastikan kelompok rentan tidak tertinggal. Pemerintah perlu memastikan bahwa efek domino dari stabilitas dagang ini benar-benar menjangkau masyarakat luas, bukan hanya dinikmati oleh kalangan atas atau pelaku pasar saja.

Program bantuan pangan, subsidi energi, serta dukungan bagi UMKM harus diselaraskan agar manfaat pertumbuhan ekonomi terasa inklusif. Dalam jangka panjang, keseimbangan antara pertumbuhan dan pemerataan adalah kunci agar stabilitas global benar-benar berdampak positif bagi semua kalangan.

Strategi Politik di Balik Kesepakatan

Kesepakatan damai ini tentu tidak terjadi begitu saja. Ada elemen strategi politik yang kuat di balik keputusan dua negara besar tersebut. Pemerintah Amerika Serikat, yang tengah mempersiapkan diri menghadapi siklus pemilu, memiliki kepentingan untuk menjaga stabilitas ekonomi sebagai daya tarik politik domestik. Di sisi lain, Tiongkok juga mendorong agenda pertumbuhan domestik dan stabilitas sosial, yang membutuhkan pasar ekspor yang terbuka dan harmonis.

Kedua negara menyadari bahwa perang dagang tidak hanya berdampak pada hubungan bilateral, tetapi juga pada posisi geopolitik mereka di mata dunia. Maka, diplomasi ekonomi menjadi instrumen penting dalam mempertahankan pengaruh dan daya saing global.

Apa Selanjutnya?

Pertanyaan besar saat ini adalah: apakah tren positif ini akan bertahan?

Banyak analis menilai bahwa perdamaian dagang saat ini bersifat sementara, karena masa berlaku tarif rendah hanya 90 hari. Jika dalam periode ini tidak tercapai kesepakatan lanjutan, pasar bisa kembali goyah. Oleh karena itu, kelanjutan dialog antara kedua negara akan menjadi penentu arah pasar global beberapa bulan ke depan.

Namun yang pasti, sinyal damai ini telah menciptakan momentum positif. Dunia bisnis kini memiliki waktu untuk bernapas, merancang strategi, dan memanfaatkan peluang yang ada.

Penutup: Momentum untuk Aksi Nyata

Dunia saat ini berada di titik keseimbangan baru. Perdamaian dagang Amerika-Tiongkok bukan hanya sekadar kesepakatan tarif, tetapi juga simbol penting bahwa dialog dan kompromi masih bisa berjalan dalam dunia yang penuh ketegangan.

Bagi Indonesia, ini adalah momen emas. Dengan strategi yang tepat, stabilitas global bisa diubah menjadi pertumbuhan domestik yang berkelanjutan. Namun, pertumbuhan saja tidak cukup. Pemerataan harus menjadi bagian dari agenda utama, agar seluruh rakyat Indonesia, tanpa kecuali, dapat ikut menikmati buah dari stabilitas dan kerja sama global ini.



إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

Artinya: “Sesungguhnya segala amal tergantung niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkan.”

[HR. Bukhari dan Muslim]

#FYI

×
Dukung Saya Beri