Sekitar 1400 tahun yang lalu, sebuah prediksi telah disampaikan mengenai masa depan mata uang di dunia. Telah diungkapkan bahwa mata uang yang saat ini kita gunakan akan mengalami kehancuran secara global, membawa kita kembali kepada nilai tukar dinar dan dirham—emas dan perak—sebagai alat utama untuk jual beli. Meski ini mungkin terdengar seperti langkah mundur, kenyataannya, ini adalah cerminan dari siklus sejarah yang berulang akibat dari tindakan manusia itu sendiri.
Seiring berjalannya waktu, umat manusia telah mengalami berbagai kemajuan pesat dalam bidang teknologi, ekonomi, dan sosial. Namun, kemajuan ini juga dibarengi dengan ancaman keruntuhan yang diakibatkan oleh ulah manusia. Sebagai makhluk yang dipercayakan oleh Allah untuk mengelola sumber daya yang ada di bumi, manusia sering kali gagal dalam menjalankan amanah ini dengan adil dan bijaksana. Akibatnya, ketimpangan sosial semakin menganga lebar. Mereka yang kaya menjadi semakin kaya, sementara yang miskin terpuruk dalam kemiskinan yang lebih dalam. Meskipun ada beberapa perubahan status sosial dari miskin ke kaya atau sebaliknya, secara umum, ketidakadilan ini tetap menjadi masalah yang belum terpecahkan.
Dalam kondisi saat ini, kita melihat tanda-tanda yang mengindikasikan bahwa nilai mata uang yang ada mulai menunjukkan gejala kolaps. Berbagai faktor, seperti ketidakstabilan politik, krisis ekonomi global, dan ketidakpastian pasar, turut berkontribusi terhadap situasi ini. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah: Berapa lama neraca ekonomi dunia dapat tetap stabil sebelum akhirnya runtuh?
Kita harus menyadari bahwa dunia saat ini berada di ambang perubahan besar. Kondisi ekonomi global menunjukkan bahwa ketidakstabilan bukan lagi kemungkinan, tetapi kenyataan yang semakin mendekat. Meskipun sulit untuk memprediksi dengan pasti kapan dan bagaimana kehancuran ini akan terjadi, satu hal yang pasti adalah bahwa kita harus bersiap untuk menghadapi era baru dalam sejarah ekonomi dunia. Era di mana emas dan perak mungkin akan kembali menjadi standar utama dalam perdagangan global, membawa kita kembali ke sistem yang lebih stabil dan berkelanjutan.
Namun, apakah kita akan belajar dari kesalahan masa lalu? Ataukah kita akan kembali terjebak dalam siklus yang sama, di mana ketamakan dan keserakahan manusia mengalahkan prinsip keadilan dan keseimbangan?
Hanya waktu yang akan menjawab, tetapi satu hal yang pasti: kita harus mempersiapkan diri untuk segala kemungkinan yang ada, dengan harapan bahwa perubahan yang akan datang akan membawa kita ke arah yang lebih baik, bukan sebaliknya.
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
Artinya: “Sesungguhnya segala amal tergantung niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkan.”
[HR. Bukhari dan Muslim]