Halo, selamat datang kembali di blog ini. Semoga saya terus bisa menghasilkan tulisan-tulisan yang tidak hanya memanjakan mata, tetapi juga menyentuh hati dan membangkitkan kesadaran kamu sebagai pembaca yang budiman.
Indonesia telah merdeka sejak tahun 1945. Dalam rentang waktu yang panjang hingga tahun 2025 ini, bangsa kita telah melalui berbagai fase kemajuan dan tantangan. Namun, salah satu tantangan paling besar yang sedang dihadapi saat ini adalah penurunan kualitas moral dan etika generasi muda, khususnya mereka yang tergolong dalam Generasi Z. Generasi ini lahir dan tumbuh di era digitalisasi yang serba cepat dan serba instan. Kemudahan akses informasi, teknologi yang semakin canggih, serta gaya hidup serba online membentuk karakter yang sangat berbeda dibandingkan dengan generasi sebelumnya.
Sayangnya, kemajuan teknologi tersebut tidak selalu dibarengi dengan kemajuan adab dan sikap. Generasi muda saat ini sering kali dinilai kurang memiliki rasa hormat terhadap orang tua, guru, maupun tokoh yang lebih tua. Banyak kasus yang memperlihatkan bagaimana anak-anak muda berbicara kasar, menyanggah nasihat, dan mengabaikan nilai-nilai kesopanan yang dulu begitu dijunjung tinggi. Perilaku semacam ini mudah ditemukan, terutama di media sosial, yang kini menjadi ruang ekspresi utama generasi muda.
Tidak semua generasi muda bersikap demikian, tentu saja. Namun, ketika sebagian besar contoh yang tampak di permukaan menunjukkan penurunan adab dan moral, wajar jika banyak orang mulai merasa khawatir. Apa yang terlihat di media sosial, yang viral dan mendapat sorotan, menjadi semacam representasi umum bagi karakter generasi tersebut. Dari sinilah muncul anggapan bahwa Generasi Z sedang mengalami krisis moral yang serius.
Yang lebih ironis, generasi sekarang justru tumbuh di tengah banyaknya aturan, baik dari sekolah, keluarga, maupun masyarakat. Sekolah memberikan tata tertib yang ketat, orang tua pun semakin waspada dalam mengawasi anak, dan lingkungan sosial turut memberi batasan-batasan. Namun, meskipun dikelilingi banyak peraturan, kenyataannya perilaku menyimpang masih kerap terjadi. Berbeda dengan generasi dulu yang hidup dalam keterbatasan aturan tetapi memiliki tingkat kesadaran moral yang tinggi. Ini menjadi tanda tanya besar: mengapa lebih banyak aturan justru tidak menghasilkan generasi yang lebih baik?
Salah satu penyebab yang mungkin adalah minimnya keteladanan. Peraturan tanpa panutan nyata akan menjadi beban, bukan panduan. Anak-anak dan remaja butuh figur yang bisa mereka contoh. Jika orang dewasa di sekitar mereka tidak menunjukkan sikap yang patut ditiru, maka peraturan pun akan kehilangan makna. Selain itu, pendidikan karakter yang seharusnya menjadi fondasi utama justru sering kali tersisih oleh tekanan akademik dan tuntutan kurikulum.
Berbicara soal pendidikan, tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan kurikulum yang terlalu sering di Indonesia turut memengaruhi kestabilan sistem pendidikan. Dalam dua dekade terakhir saja, kita telah menyaksikan beberapa kali pergantian kurikulum nasional, dari KTSP ke Kurikulum 2013, kemudian ke Kurikulum Merdeka. Meskipun setiap perubahan memiliki tujuan baik, yaitu menyesuaikan dengan zaman, kenyataannya tidak semua guru dan siswa siap menghadapi transisi yang begitu cepat. Akibatnya, proses belajar mengajar menjadi kurang efektif dan tujuan pendidikan tidak tercapai secara maksimal.
Ketidakstabilan kurikulum juga menyebabkan kebingungan dalam pola pendidikan karakter. Apa yang dianggap penting di satu kurikulum, bisa saja diabaikan di kurikulum berikutnya. Hal ini menimbulkan ketimpangan dalam penanaman nilai-nilai dasar seperti tanggung jawab, kerja keras, dan empati. Dalam jangka panjang, kondisi ini berpotensi menurunkan kualitas generasi penerus bangsa karena kehilangan arah dan pondasi nilai.
Meskipun demikian, harapan belum sepenuhnya hilang. Di tengah kekhawatiran yang ada, masih banyak anak muda Indonesia yang menunjukkan prestasi luar biasa, baik di bidang akademik, olahraga, seni, maupun kegiatan sosial. Mereka menjadi bukti bahwa Generasi Z tidak semuanya buruk. Bahkan, sebagian dari mereka mampu bersaing di tingkat internasional dan mengharumkan nama bangsa. Umumnya, anak-anak muda berprestasi ini tumbuh dalam lingkungan yang tetap menjunjung nilai-nilai moral klasik, seperti hormat kepada orang tua, disiplin, dan semangat belajar yang tinggi. Mereka juga memanfaatkan teknologi secara bijak untuk belajar dan berkembang, bukan sekadar untuk hiburan.
Peran orang tua, guru, dan masyarakat sangat penting dalam membimbing generasi muda. Pendidikan karakter harus dimulai sejak dini, tidak hanya dari teori tetapi dari praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari. Anak-anak perlu melihat bagaimana orang dewasa bersikap dalam menghadapi masalah, memperlakukan sesama, dan menjalani kehidupan dengan jujur dan bertanggung jawab. Selain itu, literasi digital juga harus menjadi bagian dari kurikulum agar anak-anak paham bagaimana menggunakan teknologi dengan bijak dan bertanggung jawab.
Konten-konten positif di media sosial perlu lebih ditingkatkan, karena saat ini platform digital telah menjadi ruang belajar utama bagi generasi muda. Kampanye digital tentang nilai-nilai moral, etika, dan cinta tanah air bisa menjadi alat efektif dalam menanamkan karakter. Para influencer, selebriti, dan tokoh masyarakat juga memiliki tanggung jawab besar dalam memberikan contoh yang baik, mengingat pengaruh mereka yang sangat kuat terhadap anak muda.
Sebagai penutup, kita harus menyadari bahwa kualitas generasi penerus bangsa tidak akan terbentuk secara otomatis. Dibutuhkan usaha bersama dari semua pihak untuk menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga kuat secara karakter. Jangan sampai bangsa ini kehilangan jati dirinya karena generasi mudanya kehilangan arah. Generasi Z adalah masa depan Indonesia. Jika kita ingin melihat masa depan yang cerah, maka hari ini adalah waktu yang tepat untuk mulai membimbing, mendidik, dan memberi contoh yang baik. Mari bersama-sama kita bentuk generasi yang tidak hanya melek teknologi, tetapi juga beradab, bertanggung jawab, dan mencintai bangsa ini sepenuh hati.
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
Artinya: “Sesungguhnya segala amal tergantung niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkan.”
[HR. Bukhari dan Muslim]