Sebuah kondisi langka yang sering tak dikenal, padahal bisa mengubah cara kita makan, hidup, dan bertahan dalam diam.
“Penyakit tidak selalu datang dengan rasa sakit yang nyaring. Kadang ia hadir dalam senyap — tak terlihat, tak terasa, tapi merusak pelan-pelan.”
Pernahkah kamu merasa makanan yang kamu telan justru kembali naik ke kerongkongan, seperti tubuhmu menolak untuk menerima apa yang sudah kamu suapkan sendiri? Lalu kamu berpikir, “Mungkin hanya asam lambung atau stres.” Tapi bagaimana jika itu bukan hanya gejala ringan — melainkan tanda dari sesuatu yang lebih dalam, lebih serius, dan lebih jarang terdengar: akalasia?
Apa itu Akalasia?
Akalasia adalah gangguan langka pada sistem pencernaan, tepatnya pada kerongkongan (esofagus), yang membuat otot bagian bawah kerongkongan (Lower Esophageal Sphincter/LES) tidak bisa rileks saat menelan makanan. Hasilnya? Makanan yang seharusnya masuk ke lambung, malah terjebak di kerongkongan — menyebabkan rasa penuh, nyeri, hingga muntah kembali.
“Akalasia berasal dari bahasa Yunani, 'a-' berarti tidak, dan 'chalasis' berarti mengendur. Sebuah nama yang tepat untuk kondisi ketika katup bawah kerongkongan menolak membuka, bahkan saat ia diperintah tubuh.”
Apa Saja Gejala Akalasia?
Gejalanya tidak selalu langsung dikenali — dan justru di sinilah bahayanya. Banyak penderita akalasia terlambat terdiagnosis karena disangka hanya mengalami gangguan lambung biasa seperti GERD. Padahal, ada beberapa ciri khas:
- Kesulitan menelan (disfagia), baik makanan padat maupun cair
- Nyeri dada setelah makan
- Makanan kembali ke mulut tanpa mual (regurgitasi)
- Penurunan berat badan drastis
- Batuk malam hari karena makanan naik
- Merasa makanan “macet” di dada
Akalasia vs GERD: Sama Tapi Beda
Karena gejalanya mirip dengan GERD, banyak dokter umum awalnya memberi obat lambung biasa. Namun:
Akalasia | GERD |
---|---|
Sulit menelan karena otot kerongkongan tidak berfungsi | Nyeri karena asam lambung naik |
Makanan kembali ke mulut tanpa asam | Makanan terasa asam atau pahit |
Penurunan berat badan signifikan | Biasanya tidak sampai drastis |
Tidak merespons obat GERD | Bisa membaik dengan antasida |
"Perbedaan antara akalasia dan GERD bagaikan pintu yang rusak dan pintu yang kebanjiran. Keduanya bermasalah, tapi penyebab dan solusinya sangat berbeda."
Apa Penyebab Akalasia?
Sampai hari ini, penyebab pasti akalasia belum diketahui. Namun diduga berkaitan dengan kerusakan saraf pada kerongkongan akibat:
- Reaksi autoimun
- Infeksi virus tertentu
- Genetik (jarang)
Menariknya, kasus akalasia tercatat sejak tahun 1674 dalam literatur medis, tetapi baru secara formal dipahami dalam abad ke-20. Sebuah pengetahuan yang tertunda oleh ketidaktahuan dan kemiripan gejala.
Bagaimana Diagnosisnya?
Jika kamu merasa mengalami gejala seperti di atas dan tidak membaik dengan obat lambung biasa, dokter biasanya akan melakukan:
- Endoskopi: Untuk melihat kerongkongan dan menyingkirkan tumor.
- Manometri Esofagus: Tes utama. Mengukur tekanan dan koordinasi otot saat menelan.
- X-ray Barium Swallow: Mendeteksi pelebaran kerongkongan karena makanan yang tertahan.
Bagaimana Penanganannya?
Hingga kini, tidak ada obat untuk menyembuhkan akalasia sepenuhnya — tapi ada beberapa metode untuk mengendalikan dan memperbaiki kualitas hidup:
- Pneumatic dilation: Balon dimasukkan untuk membuka LES.
- Botox injection: Melemaskan otot LES, tapi hanya sementara.
- Myotomy (Heller atau POEM): Operasi memotong otot LES, solusi paling efektif jangka panjang.
- Diet lunak dan makan perlahan: Penyesuaian gaya hidup.
“Kadang hidup tidak selalu bisa disembuhkan. Tapi ia bisa disesuaikan agar tetap bisa dijalani dengan kepala tegak.”
Penyakit seperti ini — yang tidak terlihat, tidak umum, dan sulit dijelaskan — seringkali dipinggirkan oleh sistem kesehatan. Pasien akalasia bahkan kerap dicap “berlebihan” atau “cuma psikosomatis” sebelum akhirnya diuji dengan benar.
“Ironis, bahwa semakin sunyi penyakit itu, semakin lama pula ia diabaikan.”
Kita hidup di zaman di mana influencer bisa viral karena mengaku flu — sementara pasien akalasia butuh bertahun-tahun hanya untuk bisa meyakinkan dokter bahwa mereka tidak baik-baik saja.
Kalau kamu mengenal seseorang yang sering kesulitan menelan makanan, muntah tanpa mual, atau kehilangan berat badan tanpa alasan, jangan abaikan. Bisa jadi itu bukan sekadar stres atau maag. Edukasi bisa menyelamatkan. Informasi bisa mempercepat diagnosa.
Akalasia bukan sekadar gangguan pencernaan — ia adalah pelajaran bahwa tubuh bisa salah paham dengan dirinya sendiri, dan bahwa kadang, kita harus lebih mendengarkan tubuh daripada mengabaikannya dengan obat generik.
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
Artinya: “Sesungguhnya segala amal tergantung niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkan.”
[HR. Bukhari dan Muslim]