Notification

×

Kategori Tulisan

Cari Tulisan/Kata/Judul

Iklan

Iklan

#faarsyam

MASA DEPAN BUKAN MIMPI, MELAINKAN NYATA TERPAMPANG JELAS

Rabu, 18 Juni 2025 | Juni 18, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-06-17T17:31:27Z

Reflektif dan Menyentuh

Ada waktu-waktu tertentu dalam hidup, saat semuanya menjadi hening, ketika hanya suara detak jantung dan bisikan pikiran yang terdengar. Dalam keheningan itu, entah gelap atau sedikit terang, muncul berbagai gagasan yang sebelumnya tak pernah terpikirkan. Saat itulah, kita bersentuhan langsung dengan alam bawah sadar, tempat lahirnya ide-ide terdalam tentang hidup ini.

"Dalam sunyi, jiwa berbicara lebih jujur. Di situlah masa depan terlihat tanpa topeng gemerlapnya."

Malam ini, dalam sepi yang tidak biasa, saya memikirkan masa depan. Sebuah topik yang selama ini dipoles menjadi cita-cita, dibungkus dengan impian, dan dijual dengan harga kesuksesan duniawi.

Merombak Konsep Lama

Dulu saya berpikir, masa depan adalah mimpi. Masa kini adalah kenyataan. Masa lalu adalah kenangan atau pelajaran. Tapi sekarang saya sadar, ada kesalahan besar dalam menyederhanakan masa depan hanya sebagai mimpi. Kenapa?

Karena masa depan bukan sekadar angan-angan. Masa depan itu nyata. Dan bagi setiap manusia, satu hal yang pasti dari masa depan adalah: kematian.

"Kita tidak sedang menunggu masa depan yang gemilang. Kita sedang berjalan perlahan menuju takdir yang pasti: kematian."

Jadi jika seseorang berkata bahwa masa depan adalah tentang menjadi kaya, terkenal, memiliki pasangan impian, dan segala yang bersifat duniawi—maka saya bertanya, untuk apa semua itu jika akhirnya kita dikubur sendirian?

Realita yang Tak Dapat Dielakkan

Saya tidak menafikan pentingnya pendidikan, karier, dan kerja keras. Tapi kita harus mengakui bahwa semua itu hanyalah perantara, bukan tujuan utama. Apa gunanya semua itu jika hanya meninggalkan kita dalam kesombongan, pengkhianatan, dan kehampaan?

Pernah saya dikhianati. Dibohongi. Diingkari. Semua demi alasan: masa depan. Lalu saya sadar, betapa banyak orang rela menjatuhkan orang lain demi masa depan yang tak pasti, masa depan yang fana.

"Jika masa depan membuatmu mengkhianati seseorang hari ini, maka masa depan itu telah cacat sejak dalam pikiran."

Kesadaran Spiritual: Masa Depan yang Hakiki

Banyak orang salah kaprah menyamakan masa depan yang cerah dengan harta, jabatan, atau popularitas. Tapi sesungguhnya, masa depan yang adil bagi semua manusia hanyalah satu: husnul khatimah.

"Husnul khatimah adalah masa depan yang tidak ditentukan oleh kekayaan, jabatan, atau koneksi. Ia ditentukan oleh pilihan harian: apakah kita salat atau tidak, jujur atau tidak, sabar atau tidak."

Tidak semua orang bisa menjadi kaya. Tidak semua bisa menjadi pejabat. Tapi setiap orang bisa salat. Setiap orang bisa memilih untuk baik. Inilah bentuk keadilan sejati dalam konsep masa depan.

Paradigma Sosial yang Perlu Direnungkan

Banyak orang tua berkata, "Belajarlah yang giat agar masa depanmu cerah." Tapi celakanya, banyak anak muda yang memaknainya sebagai: "Agar kamu bisa kerja mapan, kaya, punya rumah, dan dihormati orang."

Padahal, yang benar adalah:

"Belajarlah agar kau menjadi manusia yang berakal. Karena hanya orang berakal yang bisa memahami hidup ini dengan lurus, dan mempersiapkan bekal terbaik untuk akhirat."

Rukun iman tidak hanya bicara tentang percaya kepada Tuhan, tapi juga percaya kepada takdir dan hari akhir. Lantas bagaimana mungkin kita menyebut masa depan adalah mimpi, jika kita tahu di ujung masa itu ada perjumpaan dengan Allah?

Kritik Keras terhadap Ambisi Buta

Hari ini, manusia berlomba-lomba memperindah dunia, padahal dunia ini fana. Dunia ini seperti fatamorgana. Lihatlah sekeliling, betapa banyak yang saling menjatuhkan hanya demi jabatan, proyek, pengaruh, dan pengakuan.

"Ambisi yang tidak disaring oleh iman akan melahirkan kezaliman."

Jangan sampai kita termasuk golongan yang tertipu oleh dunia. Jangan sampai kita menggadaikan ketenangan jiwa dan kejujuran hati demi mendapatkan masa depan yang ternyata hanyalah jebakan.

Seruan untuk Mengubah Arah

Maka saya menyerukan: ubahlah cara kita memandang masa depan. Jangan wariskan pada generasi setelah kita pemahaman bahwa masa depan itu berarti harta. Wariskanlah pemahaman bahwa masa depan itu adalah amal yang baik dan akhir hidup yang tenang.

"Jika masa depan hanyalah tentang uang, maka orang miskin sudah gagal sejak lahir. Tapi jika masa depan adalah husnul khatimah, maka semua orang memiliki peluang yang sama."

Menghantam Hati

Jadi, tidak ada salahnya bercita-cita tinggi. Tapi jangan jadikan dunia sebagai tujuan. Jadikan ia kendaraan. Jangan jadikan ia takhta. Jadikan ia tangga.

"Dunia hanya tempat singgah. Surga adalah rumahnya. Jangan tertipu oleh indahnya halte, sampai lupa tujuan perjalanan."


Bagi siapa pun yang membaca ini, mari kita perbaiki niat. Kita semua sedang berjalan menuju satu titik: kematian. Mari kita berjalan dengan cara yang baik, dengan akhlak yang mulia, dengan salat yang dijaga, dengan hati yang lapang.

Tulisan ini bukan sekadar curahan hati. Ini adalah hasil perenungan panjang dari seseorang yang pernah dikhianati, namun memilih untuk tidak membalas dengan kebencian. Saya hanya ingin orang lain tidak tertipu oleh definisi masa depan yang semu.

"Ingatlah, bukan masa depan yang sedang menunggu kita. Kitalah yang perlahan berjalan menuju masa depan itu. Dan masa depan itu adalah kematian. Maka persiapkanlah bekal terbaik sejak sekarang."

Jika kamu merasa tulisan ini menyentuhmu, maka bagikanlah. Bukan karena saya ingin terkenal. Tapi karena saya ingin lebih banyak orang memahami, bahwa masa depan yang cerah bukan tentang dunia, tapi tentang akhir yang baik.

Ditulis oleh:
faarsyam



إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

Artinya: “Sesungguhnya segala amal tergantung niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkan.”

[HR. Bukhari dan Muslim]

#FYI

×
Dukung Saya Beri