Rasanya seperti ditikam dari belakang. Seseorang yang pernah kujaga, kupercaya, dan kuanggap bagian dari hidupku, kini menjelma menjadi sosok asing yang tega mengingkari janji dan merobek kepercayaan yang telah kuberikan dengan tulus.
Aku hanya bisa terdiam—bukan karena tak bisa membalas, tapi karena ada sesuatu yang lebih besar yang kutakutkan. Aku takut kehilangan sisi terbaik dari diriku sendiri hanya untuk membalas kejahatan dengan kejahatan. Aku tak ingin kesabaran ini menjadi sia-sia. Maka, kubiarkan semuanya berjalan, kuserahkan segala luka dan amarah ini kepada Yang Maha Kuasa.
Tapi sungguh... berat rasanya melanjutkan hidup setelahnya. Bekas luka itu belum sembuh, dan bayangan pengkhianatan itu masih menghantui. Namun, aku tahu, akan ada waktunya. Akan ada saatnya ketika semuanya menjadi jelas, dan kebenaran berdiri di tempat yang seharusnya.
Dan saat hari itu tiba, aku akan menagih perbuatannya—bukan dengan kebencian, tapi dengan keyakinan bahwa setiap luka yang dibuatnya, setiap air mata yang jatuh karenanya, tidak akan pernah sia-sia. Terlebih karena bukan hanya aku yang disakiti, ada seseorang yang tak berdosa, yang juga ikut terluka karena kesengajaannya.
Untuk saat ini... aku hanya bisa berkata: Sabar, yah.
Bukan hanya untuk diriku, tapi untuk semua yang turut menanggung sakit ini.
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
Artinya: “Sesungguhnya segala amal tergantung niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkan.”
[HR. Bukhari dan Muslim]